Bank Dunia memetakan adanya ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi yang mencolok di Indonesia, di mana 1% penduduk menguasai 40% sampai 50% kekayaan nasional. Ini bukan saja mencolok, tapi mengerikan!
Hati-hati, ketimpangan ekonomi akan memicu kemarahan, kebencian, juga kriminalitas dari si miskin terhadap si kaya. Bagai bom waktu saja. Tak heran, kericuhan kecil bisa membesar karena bergeraknya dan berkumpulnya kaum yang disebut-sebut marginal ini.
"Dalam kekuatan yang besar, tersimpan tanggung-jawab yang besar," ini pesan moral dari film Spiderman (generasi awal). Ya, tanggung-jawab yang besar. Terutama kalau kita menjadi orang kaya.
Menurut riset yang digelar oleh ilmuwan dari Amerika dan Inggris, ditemukan bahwa ketika kelompok elit kian kaya, maka 99 persen manusia lainnya (yang tidak kaya) di bumi justru semakin tak bahagia. Lho kok gitu?
Ya begitu. "Studi kami menunjukkan, secara rata-rata, tingkat kepuasan hidup akan turun ketika si kaya semakin kaya," tulis para peneliti dalam riset bertajuk "Top Incomes and Human Well-Being Around the World" dan disarikan kembali dalam The Guardian.
Jan‐Emmanuel De Neve dan Nattavudh Powdthavee, dua ilmuwan dalam riset itu, menulis bahwa penelitian mereka bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh meningkatnya harta segelintir orang paling kaya di dunia dan dampaknya terhadap kondisi manusia secara keseluruhan.
Itu faktanya. Terus, apa solusinya?
"Produksi sebesar-besarnya, konsumsi sekedarnya, distribusi seluas-luasnya," itulah seruan saya sejak dulu. Yang namanya manusia mesti produktif. Namun yang dipakai seperlunya saja, nggak konsumtif. Dengan demikian, akan banyak yang tersisa. Nah, sisanya ini didistribusikan seluas-luasnya. Berbagi.
Tak perlu menuding si A atau si B. Mulai saja dari diri kita dan keluarga kita. Setelah itu, kita ingatkan dan ajak yang lain.
0 comments:
Post a Comment